Barikan atau bari'an berasal dari Bahasa Arab barro 'a, yubarri'u, tabri'an atau bari'an yang berarti bebas, membebaskan atau membersihkan dari kesalahan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bebas ialah bebas dari bala', mara bahaya dan sebagainya. Secara terminologi, barikan merupakan tradisi atau ritual selametan yang dilakukan oleh penduduk desa sebagai upaya untuk meminta keselamatan kepada Tuhan agar masyarakat terhindar dari bala' (ujian, bencana atau kemalangan). Barikan memiliki makna sebagai ungkapan rasa syukur atas diberikannya nikmat kesehatan dan kesembuhan dari mara bahaya yang sedang terjadi. Selain itu, barikan juga dilakukan untuk mendoakan leluhur desa.
Barikan menjadi salah satu tradisi yang ada di setiap desa, salah satunya adalah di Desa Krasak. Masyarakat Desa Krasak melaksanakan barikan pada siang hari setelah sholat Jum’at di makam Tuan Maulana desa Krasak Kec.Pecangaan dan hari senin legi di makam Padas yang terletak di Makam Padas, kegiatan barikan Desa Krasak di laksakan sebelum Bulan Romadhon atau puasa, hal tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat Desa Krasak tilik kubur / nyadran / nyekar makam kerabat keluarga sebelum bulan puasa.
Pada acara barikan masyarakat Desa Krasak datang dengan membawa makanan dan beberapa ubarampe (perlengkapan) yang menjadi adat dalam tradisi barikan seperti jenang, kendi, kelapa muda (degan), bubur abang putih, tempe, telur, ikan asin, nasi buceng, dan sebagainya. Ubarampe yang dibawa memiliki makna tersendiri dalam istilah kebudayaan. Salah satunya adalah nasi buceng.
Nasi buceng merupakan ubarampe yang harus ada disetiap tradisi barikan. Nasi buceng adalah nasi yang dibentuk kerucut serta terdapat bawang, terasi dan cabai yang ditancapakan dengan lidi lalu ditaruh dalam daun pisang yang sudah dibentuk. Adapun filosofi nasi buceng adalah nyebut seng kenceng. Bagian atas dibuat mengkerucut sebagai pengingat bahwa kita harus fokus dalam melakukan kegiatan dan mencapai harapan, seperti belajar, berdzikir, dan sebagainya. Sedangkan bagian bawah dibuat lebar sebagai bentuk kokohnya iman kita kepada yang Maha Esa.
Setelah masyarakat berkumpul, tradisi barikan dimulai dengan meletakkan ubarampe di tempat petilasan atau dipojokan, sedangkan makanannya masih dibawa masyarakat sendiri. Kemudian dilanjutkan doa bersama dan diakhiri dengan ramah tamah atau makan bersama. Adapun ubarampe tersebut ditinggal sesuai lokasi barikan sedangkan makanan boleh dibawa pulang